Oleh : Ust. H. Ni’am Al-Muzakki, S.Kom
Apakah mungkin seorang santri mampu berjiwa filantropis ? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Filantropis diartikan sebagai cinta kasih (kedermawanan, dan sebagainya) terhadap sesama manusia. Di era post modern ini, eksistensi santri tidak hanya menjadi penggerak utama dalam memperkaya khazanah keilmuan dan menyerukan perdamaian di tengah-tengah masyarakat, di zaman yang serba modern ini, seorang santri harus mampu bersaing dan berbagi peran untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Setidaknya, potensi yang dimiliki oleh santri harus terus berkembang bermodalkan ilmu pengetahuan serta keluhuran moral yang diperoleh di Pesantren sehingga mampu menyesuaikan dengan tuntutan zaman dengan tetap memperhatikan adab, tata krama, serta identitasnya sebagai santri.
Baca Juga
Filantropis santri mampu diwujudkan dengan kapasitas dan potensi santri yang tidak hanya berbasis terhadap khazanah pengetahuan, melainkan skill yang ditanamkan di pesantren untuk mampu bertahan dan hidup mandiri dengan jalur entrepreneurship. Terdapat tiga indikator filantrofi santri yang dapat diukur sehingga mampu menyeimbangkan terkait hubungan sosial (terhadap sesama manusia), kebutuhan hidup dapat terpenuhi, serta keinginan untuk meningkatkan taraf hidup santri. Poin-poin tersebut tentu saja tidak keluar dari akar atau dasar identitasnya sebagai santri yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islami. Tipologi filantrofi santri sebenarnya disesuaikan dengan keadaan serta sumber daya yang dimiliki oleh pesantren. Potensi sumber daya manusia (SDM), manajemen yang terorganisisr, hingga faktor-faktor yang mendukung kegiatan entrepreneurship (kewirausahaan) di lingkungan pesantren seyogyanya menjadi modal awal dilaksanakannya kegiatan berbasis entrepreneurship seperti koperasi, handicraft, agrobisnis, dan lain sebagainya menyesuaikan kondisi pesantren.
Baca Juga
Dengan demikian, filantropis santri dapat terwujud dengan membangun sinergitas optimisme, kemandirian, dan kepribadian Islam. Didukung dengan kerja sama yang dilakukan oleh pihak pesantren dengan pihak pemerintah serta regulasi maupun kesetaraan program dan anggaran diharapkan mampu disinergikan oleh pihak keduanya sehingga cita-cita dan harapan membentuk santri yang kreatif dan inovatif, memiiki daya saing, serta membentuk mental tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah dapat terwujud yang bedampak pada peran dan kontribusi santri di tengah-tengah masyarakat menjadi lebih nyata dan manfaat.
Penulis adalah kepala Pondok Assaafie
Mantap kang artikelnya 😀
Pingback: Kesetaraan Gender Dalam Kehidupan Ekonomi Keluarga – Assalafie Babakan