KH. Syaerozie Abdurrohim : Khidmah Pendidikan & Masyarakat
(KH. Syaerozie & Ny. Hj. Tasmiah)
Muassis Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin.
KH. Syaerozie dilahirkan pada tanggal 05 Dzulhijjah 1353 H, bertepatan dengan tanggal 10 Maret 1935 M, di desa Kalisapu Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Lahir dari keluarga religius, nasab kedua orang tuanya menyambung hingga Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan, merupakan Wali Songo dan ulama besar di tanah Jawa.
Ayahnya bernama KH. Abdurrohim, ulama kharismatik juga pengasuh pondok pesantren Kepuh Palimanan Kabupaten Cirebon. Begitu pula ibunya, bernama Nyai Hj. Khairiyah adalah perempuan penyabar yang selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga, juga aktif mendampingi suaminya dalam mendidik para santri.
Sedangkan kakeknya bernama Mbah Kiai Junaid, adalah seorang ulama sufi, mursyid thoriqoh Syathariyah sekaligus pendiri pondok pesantren Kepuh Palimanan Cirebon. Beliau juga di kenal sebagai ulama yang produktif menulis karya ilmiyah. Setidaknya, terdapat lima karya tulis yang dihasilkan oleh Mbah Kiai Junaid bin Kiai Nursaman bin Kiai Zaenudin. Tulisan-tulisan beliau mencakup bidang ilmu Fiqih, Tafsir & Tasawuf.
Silsilah Nasab :
Silsilah nasab KH. Syaerozie dari jalur Ayah adalah: KH. Syaerozie bin KH. Abdurrohim Kepuh bin Kiai Junaid Kepuh bin Kiai Nursaman Kragian Marikangen bin Kiai Zaenudin Kragilan bin Kiai Kamaludin bin Muhammad Syatariyah bin Pangeran Wijaya Raja Zaenuddin bin Pangeran Jayadikarta bin Pangeran Martawijaya Syamsudin bin Pangeran Abdul Karim Girilaya bin Pangeran Dzulkifli Sedang Gayam bin Pangeran Mas Muhammad Panembahan Ratu bin Pangeran Panembahan Sedang Kemuning bin Pangeran Pasarean Muhammad Arifin bin Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati.
(KH. Abdurrohim bin KH. Juned Ayahanda KH. Syaerozie)
Silsilah nasab KH. Syaerozie dari jalur Ibu adalah : KH. Syaerozie bin Nyai Hj. Khairiyah binti KH. Ma’shum bin Mbah Kyai Musmina Keputon bin Mbah Muallama Ki Gede Bendungan bin Mbah Zaenudin Akbar Pengaringan bin Abdullah bin Muhammad Sholeh bin Ahmad Arya Wetan bin Maulana Abul Ma’ali bin Abul Mafakhir bin Maulana Nasrudin bin Maulana Yusuf bin Maulana Hasanudin Banten bin Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati.
Jalur Nasab ke Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya : KH. Syaerozie bin KH. Abdurrohim bin Mbah Kyai Junaid bin Mbah Kyai Nursaman Kragilan Marikangen bin Mbah Zaenudin Kragilan bin Nyai Maryam bin Nyai Khalimah bin Kyai Abdurrohim bin Syaikh Abdul Latif Kajen Plumbon bin Syaikh Faqih Ibrohim Talaga Majalengka bin Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya. (Pada titik Syaikh Abdul Latif Kajen Plumbon, silsilah KH. Syaerozie Abdurrohim menyambung nasab dengan Syaikh Hasanudin Jatira pendiri Pesantren Babakan Ciwaringin, di mana Syaikh Hasanudin Jatira adalah cicit dari ke Syaikh Abdul Latif Kajen Plumbon).
Jalur Nasab ke Syaikh Pasiraga Depok Cirebon : KH. Syaerozie bin Kyai Abdurrohim bin Mbah Kyai Junaid bin Nyai Mariah bin Mbah Kyai Hammad bin Buyut Nengsi bin Buyut Sawo bin Syaikh Pasiraga Depok Cirebon.
Jalur Nasab ke Syaikh Tolabudin Kalisapu : KH. Syaerozie bin Nyai Khairiyah bin Nyai Qudisyah bin Kyai Jahuri Kalisapu bin Syaikh Tolabudin Kalisapu.
Jalur Nasab Ke Buyut Muji Tengah Tani : KH. Syaerozie bin Nyai Khairiyah bin Nyai Qudisyah bin Kyai Jahuri Kalisapu bin Nyai Afiyah binti Buyut Muji Tengah Tani.
Jalur Nasab ke Syaikh Abu Soleh Pangeran Tjes: KH. Syaerozie bin Nyai Khairiyah bin Nyai Qudsiyah bin Nyai Fatimah Bin Ratu Ender Utari bin Pangeran Muna Sumareja bin Syaikh Abu Soleh Pangeran Tjes.
Sejak kecil Kyai Syaerozie hidup bersama kedua orang tuanya di Kalisapu Gunung Jati tanah kelahiran, hingga menginjak usia 3 tahun, beliau pindah ke desa Kepuh kecamatan Palimanan kabupaten Cirebon. Perpindahan ini seiring dengan tuntutan kedua orang tuanya yang harus meneruskan aktivitas Kiai Junaid (Kakek KH. Syaerozie), sebagai pengasuh pesantren Kepuh Palimanan.
Anak kedua dari delapan bersaudara ini, pada masa kanak-kanak, terlihat lebih menonjol dari teman-teman seusia. Ini dilihat dari berbagai hal, diantaranya sikap supel dalam bergaul, semangat tinggi dalam menjalankan riyadhoh, kemampuan dalam memainkan seni Islami dan kemampuan menguasai kitab kuning seperti kitab Al Ajurumiyah dan Safinah An Najah.
Riwayat Pendidikan :
Pada masa kecil, Kyai Syaerozie hidup di bawah pengawasan kedua orang tuanya. Di sini, beliau mulai belajar agama dan dididik untuk menjadi anak yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip akhlaqul karimah (budi pekerti).
Mula-mula, beliau belajar Al Qur’an, kemudian belajar ilmu-ilmu keIslaman lainnya, seperti akidah, fikih, Nahwu dan Shorof (tata bahasa arab). Beliau belajar kitab-kitab kuning seperti Aqidatul Awam, Safinatun Najah, Fathul Qarib, al Ajurumiyah dan Al Amrithi di bawah bimbingan ayahnya di pondok pesantren Kepuh Palimanan.
Di antara kawan-kawannya yang mengaji pada KH. Abdurrohim, Syaerozie dibilang sebagai anak yang cerdas, sebab, pada usia 14 tahun, beliau sudah mampu menghafal Nadzom Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab level tinggi). Ini prestasi yang tidak pernah diraih oleh kawan-kawan seangkatannya ketika belajar pada KH. Abdurrohim. Pada usia itu pula, Syaerozie mampu memberikan pengajaran kitab-kitab kuning kepada kawan- kawan seusianya.
Di samping belajar agama, beliau juga mengikuti pendidikan sekolah rakyat (SR) saat itu kepala sekolah Pak Nadriyah. Namun, di sekolah ini, tampaknya Syaerozie kurang mendapatkan dukungan dari orang tuanya. Ayahnya ketat dalam mengawasi pendidikan anaknya, kurang begitu antusias terhadap keinginan anaknya untuk mengikuti sekolah SR. Hanya saja, beliau merengek tetap lanjut sekolah, Syaerozie akhirnya diizinkan dan mampu menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat hingga tamat.
Kemudian, beliau melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon di bawah asuhan KH. Amin Sepuh, KH. Muhammad Sanusi, KH. Abdul Hannan, KH. Masduki Ali dan Masyaikh Babakan lainnya. Di pesantren ini, Kiai Syaerozie mempelajari kitab-kitab kuning yang belum pernah beliau pelajari dari ayahnya. Sebuah pesantren tertua di Jawa Barat yang didirikan oleh Syaikh Hasanuddin (Kiai Jatira), yang secara nasab, mbah buyut Kiai Syaerozie bernama Kiai Nursaman Kragilan Marikangen, bertemu nasab dengan Syaikh Hasanudin Jatira pendiri pesantren Babakan Ciwaringin. (lihat silsilah nasab di atas).
Belum puas mendalami ilmu-ilmu agama, Kiai Syaerozie kemudian melanjutkan studi ke pondok pesantren Lasem Rembang Jawa Tengah di bawah asuhan Syekh Masduqi (Mertua Rois Am PBNU KH. Miftahul Akhyar). Dengan kegemaran membaca, wawasan keilmuannya mulai tampak berkembang. beliau mampu menggubah teks narasi kitab Mughni Labib ke dalam bentuk syair. Kemampuan dalam ilmu Nahwu, Shorof dan Balaghoh inilah membuat beliau selalu di puji oleh gurunya.
(KH. Syaerozie Abdurrohim bersama Rois Am PBNU KH. Sahal Mahfudz )
Berkat ketekunannya mendalami ilmu- ilmu Islam sewaktu belajar pada ayahnya di pondok pesantren Kepuh dan guru-gurunya di pondok pesantren Babakan Ciwaringin, Kiai Syaerozie di pesantren Lasem Rembang Jawa Tengah sudah dianggap sebagai sosok santri yang telah menguasai ilmu gramatika Arab (Nahwu-Shorof), Kaidah Fiqih, Ushul Fiqih dan Balaghoh.
Karena itu, dalam jeda waktu singkat, Kiai Syaerozie sudah diberi kesempatan oleh Syekh Masduqi Lasem untuk mengabdi pada pesantren dengan menjadikannya sebagai pengurus pondok, beliau juga diberi kesempatan untuk mengajar sejumlah santri.
Di pesantren ini, hasrat untuk menguasai sumber rujukan penting yang selalu dipakai oleh kalangan pesantren dalam bidang tafsir, kitab Tafsir Jalalain karya Syaikh Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi mulai tumbuh dalam diri Kyai Syaerozie. Beliau dengan tekun mempelajarinya sekaligus menghafalkannya.
Kondisi ini pula yang mendorong Kiai Syaerozie melanjutkan studinya ke pondok pesantren Sarang Rembang. Konon, keinginannya melanjutkan belajar ke pondok pesantren Sarang Rembang adalah mengaji dan mengabdi pada masyaikh Sarang saat itu KH. Imam Kholil Syuaib, KH. Ahmad Syuaib, KH. Zubair Dahlan dan Masyayikh Sarang Rembang lainnya.
Kiri ke Kanan : KH. Syaerozie Abdurrohim (sebelah kiri berpeci hitam), KH. Maemun Zubeir (berpeci putih baju cokelat), KH. Aqil Sirodj Ayahanda KH. Said Aqil Ketum PBNU (berpeci hitam baju biru muda)
Selain itu, lingkungan pesantren Sarang Rembang yang menerapkan pola hubungan terbuka antara santri dan masyarakat membuat Kiai Syaerozie tidak hanya mendapatkan pengalaman intelektual belaka, melainkan juga pengalaman berinteraksi sosial dengan masyarakat. Di sini, beliau dididik bergaul secara langsung dengan masyarakat.
Karakter supel dan gemar membantu tanpa pamrih membuat Kiai Syaerozie mendapatkan tempat tersendiri di tengah masyarakat Sarang Rembang. Mereka menganggap Kiai Syaerozie sebagai pengayom sekaligus mediator antara santri dan masyarakat.
Di antara mata rantai keilmuan yang dimiliki oleh Kiai Syaerozie adalah jalur Lasem dan Sarang Rembang. Jalur Lasem, Kiai Syaerozie berguru pada Syaikh Masduqi Lasem yang mempunyai guru bernama Syekh Umar bin Hamdan Al Maky.
Syekh Umar bin Hamdan adalah murid dari Abu Bakar Syatha. Sedangkan Abu Bakar Syatha mempunyai guru bernama Ahmad Zaini Dahlan murid Utsman Hasan Al Dimyathi. Beliau adalah murid Abdullah Khajazi As Syarqowi. Abdullah Khajazi mempunyai guru bernama Muhammad Salim Al Khafani.
Al Khafani mempunyai guru bernama Muhammad bin Muhammad Ad Diry murid Syibromilisi yang belajar pada Ali Khalabi. Sedangkan Ali Khalabi adalah murid dari Ali Az Ziyadi. Dan Al Ziyadi murid dari Yusuf Al Aramiyuni yang berguru pada Jalaluddin Al Suyuthi yang menyambungkan keilmuannya dari seorang mufassir bernama Syaikh Jalaluddin Al Mahalli.
Sedangkan mata rantai keilmuan dari jalur Sarang sebagai berikut : Kiai Syaerozie berguru pada Mbah Kiai Imam Kholil Syuaib, Kiai Ahmad Syuaib dan Kiai Zubair Dahlan. Para pengasuh Pesantren Sarang ini berguru pada Syekh Umar bin Hamdan Al Maky, kemudian ke atasnya sama seperti jalur keilmuan Lasem.
Setelah tamat mesantren di Sarang Rembang, Kiai Syaerozie tidak kembali ke kampung halaman. Beliau kembali mengais ilmu ke pondok pesantren Babakan Ciwaringin, dengan tujuan tabarrukan (ngalap berkah) sebagaimana dikenal dalam tradisi pesantren. Baginya, pondok pesantren Babakan Ciwaringin sangat lekat di hati, di mana mbah buyut Kiai Syaerozie bernama Kiai Nursaman bin Kyai Zaenudin Kragilan Marikangen termasuk sifat keponakan dari Syaikh Hasanudin Jatira pendiri pesantren Babakan Ciwaringin (lihat silsilah nasab di atas).
Di pesantren ini pula Kiai Syaerozie dinikahkan dengan seorang putri gurunya, KH. Abdul Hannan bin Kyai Thoyib yang bernama Nyai Hj. Tasmi’ah. Kemudian bersama istrinya, beliau membangun keluarga sederhana dan dikaruniai tujuh orang putra dan putri, dua orang perempuan dan lima laki-laki. Di desa Babakan kecamatan Ciwaringin kabupaten Cirebon ini pula, bersama istrinya, KH. Syaerozie Abdurrohim merintis lembaga pendidikan bernama pondok pesantren putra putri Assalafie.
Ngaji Bersama Santri
Dalam mengasuh santri putra putri Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon, Kiai Syaerozie Abdurrohim bersama Istri lebih mengedepankan aspek tafaquh fiddin (pembekalan ilmu Agama). Dengan penuh kesabaran dan ketekunan beliau mendaras kitab-kitab fikih, kaidah fikih, ushul fikih, tafsir, hadits, tasawuf, nahwu dan shorof bersama para santri.
Di antara aktivitas pengajian beliau di pesantren adalah usai sholat Subuh (pagi hari), Kiai Syaerozie mendaras kitab Tafsir, kemudian ba’da sholat Ashar beliau mengaji kitab akidah, fikih dan hadits.
Kemudian sebagai salah seorang dewan Pendiri Madrasah Al Hikamus Salafiyah (MHS) dan Madrasah Al Hikamus Salafyah Putri (MHSP) Babakan Ciwaringin, beliau juga mempunyai jadwal mengajar Qowa’idul I’rob (ilmu Nahwu), Qowa’idul Fiqhiyah (ilmu Kaidah Fikih) dan ilmu Tasawuf.
Ketika tiba bulan suci Romadhon, di Pesantren Babakan Ciwaringin terdapat tradisi ngaji pasaran (kajian kitab kuning sekali khatam), dalam momentum ini Kiai Syaerozi Abdurrohim rutin membaca kitab Tafsir Jalalain, kitab Dalail Khoirot dan Kitab Ta’limul Muta’allim. Kitab-kitab ini selalu beliau ijazahkan lengkap dengan sanadnya kepada para santri yang mengikuti pengajian pasaran Romadhon.
Khusus pengajian Pasaran ini, waktu pembacaan hanya 15 hari terhitung dari tanggal 1 hingga 15 Romadhon. Peserta pengajian pasaran Romadhon selalu membludak, datang dari berbagai pesantren di pulau Jawa, mereka antusias mengiktui pengajian Tafsir Jalalain, Dala’il Khoirot dan Ta’limul Muta’allim yang diampu oleh Kiai Syaerozie Abdurrohim hingga beliau wafat pada tahun 1421 H / 2000 M. Sepeninggal beliau, pembacaan kitab-kitab ini dilanjutkan oleh putra beliau KH. Azka Hammam Syaerozie dan KH. Yasif Maemun Syaerozie.
Riwayat Organisasi :
Selain menghabiskan waktu untuk mendidik santri di pesantren dan ceramah di berbagai daerah, Kiai Syaerozie juga dikenal aktif berorganisasi. Beliau tercatat pengurus di organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), Majlis Ulama Indoensia (MUI) dan organisasi lokal jam’iyah Istoghotsah pesantren Babakan.
Di Nahdlatul Ulama, organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia ini, beliau beberapa kali menjadi tim perumus komisi diniyah bahtsul masa’il Muktamar NU, seperti pada Muktamar NU ke- 27 (Situbondo, 1984), Muktamar NU ke-28 (Krapyak, 1989) dan Muktamar NU ke-29 (Cipasung, 1994). Bahkan, beliau sempat menjadi ketua tim perumus saat Muktamar NU di Situbondo.
Pengalaman di organisasi NU tingkat daerah, beliau pernah duduk di salah satu jajaran pengurus Tanfidziyah. Sebagai anggota dewan Syuriah PCNU kabupaten Cirebon dan PWNU propinsi Jawa Barat. Selain itu, beliau juga termasuk deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Cirebon.
Barisan depan : KH. Musthofa Bisri (berjubah putih). KH. Syaerozie Abdurrohim (bersorban hijau). Dr. Alwi Sohib (berdasi) Barisan belakang : Gus Dur, Megawati, SBY, Hamzah Haz, Yusri Ihya Mahendra, Amin Rais dan tokoh reformasi 1998 Acara : Istighotsah Kubro di Gelora Bung Karno Jakarta (tahun 1999)
Sedangkan di Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), lembaga yang menaungi seluruh pesantren Nahdlatul Ulama, beliau pernah menjadi pengurus di bawah kepemimpinan RMI saat itu KH. Sahal Mahfudz. Selain di NU, Kiai Syaerozie Abdurrohim juga aktif di MUI (Majlis Ulama Indonesia) kabupaten Cirebon.
Adapun kegiatan di organisasi lokal, di antaranya sebagai salah seorang pendiri jam’iyah Istighotsah pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon. Sebagai pendiri dan penggerak jamiyah Istighotsah di Masjid Al Karomah Depok Cirebon, beliau juga menjadi penasehat beberapa organisasi sosial kemasyarakatan di Cirebon dan Jawa Barat.
Karya Ilmiyah:
Selain aktif mendidik santri dan masyarakat melalui pondok pesantren, melalui ceramah-ceramah di berbagai daerah, beliau juga dikenal sebagai sosok Kiai yang produktif menulis.
Seluruh karya tulisnya menggunakan bahasa Arab. Padahal secara pendidikan, beliau tidak pernah mengenyam pendidikan di negara Arab manapun, di antara karyanya adalah kitab Bad’ul A dib nadzom dari kitab Mughni Labib (ilmu grametikal Arab), kitab Syarh Al Luma’ (ilmu ushul fikih), Khulashoh Fi Ilmi Al Mustholah (Ilmu Hadits), Abyat As Salaf (gubahan sya’ir), Rasa’il Fil Adab Az Ziyaroh (Etika Ziaroh Kubur), dll.
Menurut Dr. KH. Amin Maulana salah seorang santri Kiai Syaerozie yang juga Ketua RMI-PWNU Jawa Barat, bahwa pada tahun 90 an kitab Bad’ul Adib karya Kiai Syaerozie pernah ditelaah oleh Grand Syaikh Al Azhar, hasilnya beliau sangat terkagum dengan karya Kiai Syaerozie yang notebene didikan ulama Nusantara tidak pernah mengenyam pendidikan di negara Arab.
Kesaksian Santri & Masyarakat :
Banyak sekali keistimewaan almaghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim yang pernah disaksikan oleh para santri dan orang-orang dekatnya. Di antaranya adalah sikapnya yang sangat penyabar, tahan uji, tekun dan tulus.
Setelah sekian lama belajar di pesantren Babakan Ciwaringin, Kiai Syaerozie mendapat isyarat (petunjuk) melalui mimpi agar pergi ke Lasem Rembang Jawa Tengah, tepatnya di pesantren Al Islah yang diasuh oleh Syaikh Masduqi (Mertua Rois Am PBNU KH. Miftahul Akhyar). Pada saat yang sama, konon Syaikh Maduqi Lasem juga bermimpi kedatangan seorang santri yang ciri-cirinya ada pada diri Kiai Syaerozie. Bisa disimpulkan bahwa antara guru dan murid saat itu sudah ada kontak batin, keduanya mempunyai petunjuk yang sama, walaupun belum bertemu secara fisik.
Sebelum Kiai Syaerozie diambil menantu oleh Almaghfurlah KH. Abdul Hannan – salah seorang pengasuh pondok pesantren Babakan Ciwaringin – ada isyarat (petunjuk) yang dirasakan oleh calon mertuanya tersebut. Pada suatu malam, KH. Abdul Hannan berkeliling melihat kamar para santri yang sedang istirahat (tidur), beliau melihat di dalam salah satu kamar ada cahaya yang terpancar dari wajah salah seorang santri. Karena malam yang sangat gelap, beliau hanya menandai kain sarung santri tersebut dengan memberi ikatan pada ujungnya. Kemudian pada keesokan harinya, beliau menanyakan kepada para santrinya siapa yang saat bangun tidur ujung sarungnya terdapat ikatan, ternyata santri tersebut adalah Kiai Syaerozie.
Sekitar tahun 1985 ada wali santri bernama H. Daud asal Sumedang datang ke pesantren Assalafie untuk menjemput anaknya yang sedang sakit parah. Karena waktu sudah maghrib, wali santri tersebut menginap di kamar anaknya dan berencana pulang keesokan hari. Ketika malam jam 1.30 Pak Daud terbangun dan kaget melihat Kiai Syaerozie duduk membaca do’a di samping anaknya yang sakit parah, kemudian beliau langsung keluar begitu saja. Keesokan harinya anak Pak Daud sudah kembali sehat, akhirnya tidak jadi dibawa pulang.
Kealiman Kiai Syaerozie bukan hanya di bidang ilmu agama saja, akan tetapi dalam disiplin keilmuan lainnya juga, di antaranya bidang konstruksi bangunan. Hal ini dibuktikan dengan bangunan seluruh asrama pesantren adalah merupakan hasil arahan dan desain beliau sendiri. “Kiai Syaerozie faham betul pola konstruksi, semua sarana dan prasarana pesantren Assalafie adalah hasil desain beliau, kami para santri yang mengerjakannya”, menurut kesaksian KH. Amin Baejuri (Ketua Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat), di antara santri Kiai Syaerozie yang saat itu aktif di bidang pembangunan pesantren.
Ustadz Syahroni santri asal Kalianda Lampung Selatan adalah di antara khodim ndalem rumah Al Maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim mesantren di Assalafie Babakan Ciwaringin pada periode 1996 – 2000 M. Dia pernah diberi pesan khusus oleh Al Maghfrulah KH. Syaerozie beberapa hari sebelum beliau wafat, pesannya adalah : “Saat kamu boyong (selesai mesantren pulang ke kampung halaman), pekerjaan akan menghampirimu”. Benar saja, beberapa saat setelah dia menetap di kampung halaman, dia diterima sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara), padahal sebelumya sama sekai tidak pernah terbayang menjadi seorang ASN.
Jasad Almaghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim masih utuh walaupun sudah dikebumikan selama kurang lebih 3 (tiga) tahun. Hal ini terkuak ketika istri beliau Ny. Hj. Tasmi’ah Abdul Hannan wafat pada tahun 2003 (tiga tahun setelah wafatnya KH. Syaerozie), sang istri akan dikuburkan tepat di sebelah pusara suami. Pada saat liang lahat digali, tanpa sengaja terbukalah liang lahat makam KH. Syaerozie dan terlihat jelas jasad beliau utuh terbungkus kain kafan dan mengeluarkan bau yang sangat harum, kejadian ini disaksikan oleh banyak orang, baik masyarakat, santri maupun alumni, di antara yang menyaksikan adalah KH. Fathulloh Sholihin (Pengasuh Pesantren Babakan), Ust. Muhammad Fihri (Santri asal Cirebon), beberapa alumni dan para penggali kubur.
Kalam Wejangan :
Di antara wejangan almaghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim yang disampaikan kepada para santri maupun masyarakat adalah sbb :
“Santri Kudu Bisa Ifadah Lan Istifadah” (santri harus bisa memberikan manfaat dan mengambil manfaat). “Niat Ta’lim Ngilangi Kebodohan, Luru Ridho’e Gusti Alloh Lan Syi’ar Agama Islam” (belajar untuk menghilangkan kebodohan, mendapat ridho Allah dan syiar Agama). “Wiridane Santri Iku Maca Qur’an Lan Nderes Pelajaran” (wiridan untuk santri membaca al Qur’an dan muthalaah pelajan). “Pragat Mondok Kudu Dueni Kesibukan, Aja Thoma” (selesai mesantren harus punya aktivitas usaha, agar tidak tamak). “Dadi Wong Kudu Loman, Aja Kagetan” (jadilah orang dermawan, tidak mudah tersinggung). “Santri Kudu Kendel” (santri harus pemberani).
Wafat dan Penerus :
Syaerozie Abdurrohim wafat pada hari Rabu tanggal 10 Rabi’ul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 12 Juli 2000 M. Beliau dikebumikan di komplek makbaroh keluarga besar KH. Abdul Hannan Babakan Ciwaringin.
Adapun putra putri KH. Syaerozie Abdurrohim dan Nyai Hj. Tasmi’ah Abdul Hannan adalah sebagai berikut : 1- Nyai Hj. Surotul Aini Syaerozie (istri KH. Ahmad Mufid Dahlan), 2- KH. Azka Hammam Syaerozie, 3- KH. Yasif Maemun Syaerozie, 4- Nyai. Hj. Ila Mursilah Syaerozie (istri KH. Lukman Hakim), 5- KH. Aziz Hakim Syaerozie, 6- KH. Abdul Muiz Syaerozie, 7- KH. Arwani Syaerozi.
Demikian biografi almaghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim, muassis pondok pesantren putra putri Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon, dimana kiprah beliau dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan sangat besar.
Beliau adalah seorang Kiai dengan ribuan santri dan puluhan ribu alumni tersebar di berbagai daerah di Nusantara, mampu menyatukan kealiman secara nasab (keturunan) dan kasb (pendidikan), mensinergikan ilmu dan amal, syari’at dan hakikat, untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, ila ruhi al Maghfurlah KH. Syaerozi Abdurrohim, al fatihah.