Persis sepuluh yang lalu tepatnya pada tahun 2000 salafuna hadir di tengah tengah para santri dengan memberikan berbagai macambrita dan informasi, serta memberikan angin penyejuk bagi jiwa jiwa yang rindu akan sebuah pengetahuan. Dan pada tahun itu juga menjadi saksi sejarah atas perjuangan para santri yang iut serta dalam merintis terbitnya majalah salafuna. Namun sebelum salafuna, telah ada satu meia hanya saja lebih bersifat pemberitahuan melalui pengeras suara ini terjadi ketika pondok pesantren Assalafie di kepalai oeh Ust. Beni Muhadi dengan BARA (Bahana Suara Assalafie) BARA yang setiap hari siar setelah pengajian ashar cukup mendapat respon yang baik dari kalangan santri, pengurus dan juga restu dari Al Marhum Al Maghfurlah KH.Syaerozie Abdurrohim.
Dua bulan setengah kira kira BARA sempat mengudara, setelah itu pada rapat triwulan II keberadaan BARA diangkat pada forum tersebut, karena memang pada saat itu BARA sering telat dalam menyiarkan informasi dan juga sebagian pihak pengurus kurang setuju karena mengganggu santri yang sedang cocogan makna pada waktu ngaji sehabis ashar, ahkirnya dengan berbagai pertimbangan BARA pun berhenti sejak berkhirnya triwulan tersebut.
Setelah BARA di tutup Ust. Syafaatul Udzma pun mengusulkan tentang media santri dengan format yang berbeda yang lebih menitik beratkan pada karya tulis. Akhirnya setelah adanya kesepakatan dan dukungan dari keluarga musyawarohpun di gelar di kantor pndok pesantren, waktu itu hadir KH. Abdul Muiz Syaerozie, Ust. Beni Muhadi, Ust. Zuhri, Ust. Syafaatul Udzma dan Ust. Ali Murtadho. Hasil dari musyawaroh itu setuju untuk di wujudkan adanya media kreasi dengan bentuk buletin yang di rencanakan terbit dua minggu sekali. Sebagai pemimpin redaktur Ust. Ali Murtadho dan dewan redaksi Ust. Syafaatul Udzma, Ust. Syihabudin Z. sedangkan untuk ppenanggung jawab KH. Abdul Muiz Syaerozie dan Ust. Beni Muhadi untuk nama buletin yaitu SALAFUNA yang kemudian di panjangkan oleh Ust. Syafaatul Udzma menjadi Raksa Laku Fuqoha Nandang Bagja. Ekspresi kegembiraan Nampak jelas dari para crew buletin terutama Ust. Syafaatul Udzma selaku kepala baru di pondok pesantren Assalafie. Dengan modal semangat dari dewan redaksi yang karuan masih amatiran berusaha untuk menyiapkan hal hal yang berkaitan dengan terbit perdanya salafuna dari mulai format buletin pembagian pengisi rubric sampai pemasaran.
Satu minggu sudah waktu yang di laluinya, iklanpun terpasang di beberapa papan informasi. Namun beberapa rubrik yang sebenaranya telah masuk mejah redaksi belum juga terpenuhi. Tapi itu tidak memutuskan semangat dewan redaksi untuk berusaha dapat menerbitkan salafuna. Dengan caramengirim surat permohonan kepada orang orang tertentu termasuk ketua asrama, dewan redaksi berusaha memancing kreatifitas santri untuk menulis beberapa hal yang telah di rancang sebelumnya, seperti menyoroti permasalahan pesantren untuk ketua asrama, soal jawab, ngakak santri untuk Assalafiyat. Namun sangat di sanyangkan dari selembaran permohonan yang telah disampaikan oleh dewan Redaksi, ibaratnya seperti gayung bersambut, hanya soal-jawab, TTS, dan ngakak santri yang masuk meja dewan Redaksi, permasalahan tersebut tidak di diamkan oleh dewan Redaksi tapi harus di usahakaan di antaranya dengan pendekatan, menanyakan sampai meminta agar surat permohonan yang pernah di sampaikan itu segera di penuhi.
Akhirnya dengan modal nekad, hampir selangkah lagi salafuna terbit ketika itu, namun terbentur pemasalahan apa itu pemasaran. Pemasaran yang pertama kali pada musyawaroh telah di sepakati oleh dewan Redaksi dan ketua asrama bahwa setiap kamar harus membeli 2 Eks. Dengan harga Rp. 200/ buletin. Kembali di mentahkan oleh beberapa pihak kepala asrama itu sendiri, impian mewujudkan adanya buletin di pesantren pupus sudah dan untuk sementara salafuna tertidur nyenyak tapi tidak mati.
Kemudian pada hari Ahad malam Senin tanggal 11 Januari 2004 Ust. Zuhri selaku kepala pondok pada waktu itu, ngobrol untuk memusyawarohkan keinginan Dr. KH. Arwani Syaerozie MA. Dalam mewujudkan adanya buletin di pesantren yang pada saat itu rapat di hadiri oleh Dr. KH. Arwani Syaerozie MA. Ust. Zuhri, Ust. Ali Murtdho, dan Ust. Syafaatul Udzma. Dan setelah salafuna tertidur selama dua tahun akhirnya kembali bangkit. Pada saat awal kemuculan salafuna sebagian Redaktur pada saat itu masih mengeluhkan tentang terbatasnya pengetahuan di dunia jurnalistik dan alat ketik pun masih numpang di MHS (Madrasah Al Hikamussalafiayah) namun berkat semangat dan perjuangan Redaktur pada saat itu akhirnya bulletin salafuna pun bisa hadir di tengah tengah santri Assalafie.
Setelah buletin salafuna di anggap sukses salafuna pun di rubah dari format buletin ke format majalah dan lembaraannya pun semakin banyak namun pada saat itu masih hitam putih, akhirnya pada tahun 2012 di bawah kepemimpinan Ust. Labib El Muna Salafuna yang semula dengan format hitam putih dig anti dengan full color. Kemudian pada akhir tahun 2015 yang pada saat itu Salafuna di bawah kepemimpinan Ust. Ikfini mengusulkan agar Salafuna Go Nasional yang mana Salafuna tidak hanya di nikmati oleh Santri namun juga oleh Alumni dan Masyarakat. Akhirnya usulan itu di setujui oleh Dr. KH. Arwani Syaerozi MA. Dan pada tahun 2016 Salafuna di bawah kepemimpinan Ust. Musyafik Salafuna berhasil Go Nasional yang mana penyebarannya tidak hanya dikalangan Pesantren bahkan hampir ke seluruh wilayah Nusantara.
Perkembangan selanjutnya adalah Majalah Salafuna kemudian merambah kedunia digital melalui aplikasi playstore, gagasan ini dilaksankan ketika era kepemimpinan Ust. Raihan pada tahun 2019. Tidak hanya itu, dibawah kepemimpinan Raihan Salafuna mejadi full color. Hingga saat ini Majalah Salafuna bisa dinikmati melalui platfrom cetak dan digital.