Oleh : Nyai. Ii Malihah Hammam, S.Hi
Pandangan Islam Tentang Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan
Islam menempatkan laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama, yang membedakan kedudukannya adalah ketakwaannya, atau orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang bertakwa
ان اكرمكم عندالله اتقاكم (الحجرات: ١٣ )
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa” ( QS.Al-Hujurat ; ayat 13]
Islam menegaskan bahwa perempuan hidup berdampingan dengan laki-laki khususnya dalam prinsip kemanusiaan mereka. Sebagaimana mereka juga mempunyai persamaan dengan laki-laki dalam hal pahala dan dosa sesuai dengan amal perbuatan mereka.
من عمل صالحا من ذكراو انثى وهو مؤمن فلنحييّنه حياة طيّبة ( النحل : ٩٧ )
“Barang siapa yang mengerjakan amal soleh baik laki-laki atau perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS. AnNahl ; ayat 97)
Islam mempunyai prinsip-prinsip, salah satu prinsip tersebut adalah prinsip persamaan antar sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan keadilan dengan memberikan keseimbangan kepada keduanya. Mereka mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun meskipun demikian, Islam tidak hanya menekankan pada aspek ibadah saja, tapi meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Dalam ajaran Isiam sangat memperhatikan konsep keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan, terutama untuk tercapainya kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan, mencegah timbulnya kedzaliman dan penindasan yang akan mengakibatkan kehancuran dan kerusakan di muka bumi ini.
Makna Kehidupan Keluarga
Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan. Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk menikah dan membangun keluarga yang harmonis, karena menikah merupakan sunatullah. Namun banyak sekali keluarga yang tidak bahagia disebabkan kurangnya pengetahuan pasangan suami isteri tentang bagaimana membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.
Kehidupan keluarga yang harmonis tentulah merupakan idaman semua orang, kehidupan keluarga secara resmi diawali dengan pernikahan. Pernikahan adalah kesepakatan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk saling mencintai, menyayangi, mempercayai dan bertanggung jawab satu sama lain. Menikah bukan hanya bertujuan untuk meneruskan keturunan, namun seyogyanya menikah merupakan ikatan sah dari dua insan. Bersatunya dua insan ini tentunya akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya.
Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat, dalam suatu keluarga juga diperlukan managemen dan konsep-konsep untuk meghadapi problem (permasalah) kehidupan setiap harinya, sehingga dalam keluarga tersebut tercipta suatu keadaan yang sakinah, mawaddah warohmah. Keluarga bisa dikatakan harmonis apabila terbentuk keutuhan dalam interaksi didalamnya, yaitu terciptanya interaksi sosial yang wajar, harmonis dan tidak ada sikap saling bermusuhan yang disertai tindakan-tindakan kekerasan. Keharmonisan keluarga adalah keutuhan keluarga, kecocokan hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak. Keharmonisan ini ditandai dengan keadaan suasana rumah yang damai, tentram, tidak adanya konflik, saling menyayangi dan menghormati, serta bertanggung jawab sesuai dengan perannya masing-masing. Dalam keluarga yang harmonis, seluruh anggota keluarga merasa bahagia, yang ditandai dengan sedikitnya atau malah tidak adanya ketegangan dalam keluarga, semuanya merasa berperan dan merasa dihargai, dan disayangi.
Kehidupan Ekonomi Keluarga
Kehidupan ekonomi keluarga, yaitu adanya upaya-upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya melalui aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan keluarganya. Dalam kehidupan ekonomi keluarga, adanya proses atau kegiatan pemberdayaan yang dilakukan agar keluarga mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan bekerja atau berusaha yang merupakan salah satu unsur dalam terpenuhinya kebutuhan seluruh anggota keluarga.
Dalam kehidupan ekonomi keluarga, kewajiban awal untuk memenuhinya dibebankan kepada kepala keluarga atau suami. Seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa seoramg suami harus memberikan pemenuhan kebutuhan istrinya dengan sesuatu yang baik. dari Muawiyah Al-Musyairi RA, ia bertanya kepada Rasulullah SAW, mengenai kewajiban suami kepada isteri, kemudian Rasulullah SAW bersabda
ان تطعمها اذا طعمت وتكسوهااذااكتسيت-اواكتسبت-ولاتضرب الوجه ولاتقبح ولا تتهجر الا ففييي ااالبيت
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian-atau engkau usahakan dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasihat) selain di rumah”. (HR. Abu Daud, no 2142)
Kesetaraan Gender Dalam Kehidupan Ekonomi Keluarga
Dalam kehidupan ekonomi keluarga, memang merupakan kewajiban suami sebagai kepala keluarga, namun tidak sedikit pula isteri yang pada akhirnya membantu suami mencari nafkah. Kemudian, apakah pahala seorang istri yang membantu mencari nafkah?
Sebenarnya, kewajiban awalnya memberi nafkah dalam keluarga ada pada suami. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur`an ;
الرجا قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما انفقوا من اموالهم ( النساء : ٣٤ )
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki] atas sebagian yang lain (perempuan]. Dan karena mereka (laki-laki] menafkahkan sebagian harta mereka” (QS.An-Nisa; 34]
Budaya patriarki zaman dulu di Indonesia menjadikan pembagian peran dalam keluarga secara sederhana. Suami sebagai pencari nafkah dan Istri sebagai ibu rumah tangga. Dengan suami sebagai penanggung jawab utama, menjadikannya mempunyai kuasa atas segala hal yang terjadi dalam keluarga. Seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya kebutuhan dalam keluarga, maka kaum istri juga ada yang berperan sebagi pencari nafkah. Ada kalanya peran perempuan dibutuhkan untuk mencari penghasilan tambahan. Bahkan ada juga yang menjadi tulang punggung keluarga.
Banyaknya perempuan yang bekerja di zaman sekarang sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak zaman dulu sebenarnya banyak perempuan yang produktif mengembangkan diri serta membantu mencari nafkah. Bahkan Siti Khodijah, istri Rasulullah SAW juga merupakan seorang pengusaha. Semasa hidupnya, Khodijah dikenal sebagai perempuan pebisnis yang sukses di bidangnya dan mempunyai banyak karyawan. Kisah siti Khodijah ini menegaskan bahwa dalam Islam perempuan juga bisa berdaya dan produktif, serta perempuan juga bisa membantu kondisi perekonomian dalam lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Selain itu, kemampuan perempuan dalam bekerja juga bisa membantu dalam ruang lingkup yang lebih luas, seperti membuka lapangan pekerjaan yang pastinya bisa membantu orang lain yang membutuhkan pekerjaan.
Dalam hal ini jelaslah bahwa Islam memberikan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan untuk bekerja atau mencari nafkah. Walaupun kewajiban awalnya mencari nafkah adalah kepada suami, berbeda dengan seorang istri yang sebenarnya tidak mempunyai kewajiban mencari nafkah, namun dalam hal ini, Islam tidak melarang istri untuk bekerja, walaupun tetap ada batasan-batasannya. Kesetaraan gender dalam keluarga menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar di saat sekarang. Bukan hanya terkait dengan kesetaraan kedudukan suami istri yang menjadikan suami istri mempunyai peran yang setara dalam pengambilan keputusan atau perencanaan keluarga ke depan, tetapi juga dalam berbagi peran suami istri dalam mengurus rumah tangga, menambah penghasilan, maupun mengasuh dan mendidik anak. Kesetaraan gender dalam keluarga setidaknya akan membawa tiga manfaat :
- Membantu finansial keluarga, adanya dukungan istri yang bekerja untuk menambah penghasilan keluarga, sudah barang tentu akan menguatkan ekonomi keluarga sehingga lebih mandiri. Selama ini persoalan ekonomi seringkali menjadi pemicu pertengkaran dalam keluarga yang berujung kepada perceraian. Dengan demikian, kesetaraan gender membawa makna positif dalam mewujudkan keluarga mandiri secara ekonomi.
- Anak tumbuh lebih sehat adanya pembagian peran antara suami dan istri dalam mengasuh dan mendidik anak akan berpengaruh positif pada anak. Anak lebih terperhatikan kebutuhannya baik fisik dan psikisnya, sehingga tumbuh rasa aman, nyaman, dan tentram yang menyebabkan anak secara keseluruhan tumbuh sehat.
- Menumbuhkan keharmonisan penerapan kesetaraan gender dalam keluarga, dengan berbagi peran dan menghargai satu sama lain tentu akan membuat keluarga lebih harmonis dan bahagia. Hal ini tentu tidak akan didapatkan manakala kesetaraan gender tidak diterapkan dalam keluarga, dimana salah satu pasangan merasa tertekan, mendapat beban terlalu banyak dan mendapatkan perlakuan kasar yang menyebabkan tidak adanya perasaan nyaman dan tentram.
Pengasuh Pesantren Assalafiat III
Sip semangat min
Lanjutkan min 😃