Kilas Pandang Qunut Diantara Empat Madzhab

Oleh: Anggi Heryanto*

Keragaman muslim indonesia menyebabkan ragamnya pelaksanaan ibadah, dari dulu hingga saat ini mereka menganut apa yang menjadi pendapat golonganya. Klaim masyarakat kalau yang melakukan qunut “oh itu orang NU” dan kalau yang tidak melakukan qunut “oh itu Muhammadiyah” memang begitu kalau masalah qunut mereka membenturkan antara NU dan Muhammadiyah, dan tidak masalah kalau perbedaanya dalam masalah furuiyah asalkan mereka berdalil yang jelas. Maka dari itu mari melihat dalil bagaimana ulama mujtahid berdalih tentang masalah qunut.
Perbedaan mereka yang paling mencolok adalah dengan sebab berbeda pemahaman hadits, mazhabnya Abu Hanifah berpendapat bahwa qunut hanya dilakukan kala shalat witir dan mazhabnya Ahmad bin Hanbal menyebutkan kesunnahan qunut subuh ini hanya pada momen nazilah, yaitu ketika umat muslim dilanda musibah. Mereka melihat hadits riwayatnya Abu hurairah ra. menyatakan ;

إنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ لَا يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، إلَّا إذَا دَعَا لِقَوْمٍ، أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berqunut ketika shalat fajar (shalat Subuh), kecuali ketika mendoakan kebaikan atau keburukan untuk suatu kaum.”
Dan terdapat riwayat yang lagi yang lain pada sat peristiwa pembantaian terhadap kaum muslimin di bi’r ma’unah Nabi saw. mendengarkan kabar tersebut dan Nabi melakukan qunut, dari Abu hurairah mengatakan;

ﻟﻤﺎ ﻗﻨﺖ ﻓﻲ ﻗﺼﺔ ﻗﺘﻠﻰ ﺑﺌﺮ ﻣﻌﻮﻧﺔ ﻗﻨﺖ ﺑﻌﺪ اﻟﺮﻛﻮﻉ ﻓﻘﺴﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻨﻮﺕ اﻟﺼﺒﺢ
Pada saat peristiwa bi’r ma’unah Nabi saw. melakukan ruku kemudian ini dapat diqiyaskan terhadap qunut subuh.

Sedangkan mazhabnya Imam syafi’i melakukan qunut subuh itu hukumnya sunnah juga pada shalat witir pada malam pertengahan akhir bulan ramadhan, dan bagi yang meninggalkanya dianjurkan melakukan sujud sahwi. (kifayatul akhyar) Beliau berpendapat karena melihat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik sebagai berikut;

مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Artinya: “Rasulullah SAW senantiasa berqunut di
shalat fajar (shalat Subuh) sampai beliau meninggal dunia.” (HR. Ahmad)

Selain itu, pengamalan qunut Subuh ini juga dilakukan para sahabat, seperti Umar bin Khattab. Namun bagi sebagian ulama, hadits yang digunakan di atas masih perlu dipahami latar belakangnya serta perlu dibandingkan dengan hadits lain. Hadits Anas bin Malik yang menjadi hujjah untuk berqunut Subuh di atas dipahami ulama bukan sebagai doa, melainkan maksud qunut di sana adalah berdiri lebih lama dan membaca doa yang lebih umum. Kemudian terkait Umar bin Khattab yang berqunut saat shalat Subuh, dipahami sebagian ulama bahwa beliau melakukannya pada momen musibah dan perang (nazilah) kala itu. Demikian kurang lebih yang dicatat Ibnu Qudamah. Berdasarkan beberapa riwayat hadits, disebutkan bahwa Nabi pernah berqunut selama sekian hari, lantas beliau meninggalkannya, yang banyak Nabi saw. itu melakukan qunut pada selain adanya musibah yang menimpa dikala itu. demikian beberapa hujjah yang menyebabkan beda pengamalan qunut Subuh di masyarakat. Kini perdebatan yang dulu memicu polemik di masyarakat ini tampak kian lunak, utamanya di masyarakat kota. Kalangan Nahdliyin yang biasa berqunut, biasa saja mengikuti jamaah Subuh yang tanpa qunut. Begitu pula kalangan yang tidak biasa berqunut, tidak keberatan membaca qunut dalam shalat mengikuti lumrahnya masyarakat.
Dan terdapat kutipan dari Imam at Tirmidzi dalam Sunan at Tirmidzi terkait qunut:

إِنْ قَنَتَ فِي الفَجْرِ فَحَسَنٌ، وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ

“Jika seseorang ingin melakukan qunut di waktu Subuh, maka itu ‘hasan’ (baik, dan termasuk sunnah). Dan jika tidak berqunut, itu juga ‘hasan’.”

*Penulis merupakan pengurus pondok pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon sekaligus wakil kepala asrama Darul Auzan Masa Khidmah 2020-2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *