Budaya Asing Perspektif Santri

Oleh : Nyai. Hj. Abidah Thoyibah Arwani, M.Ag

Indonesia merupakan negara besar yang kaya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Memiliki banyak budaya, bahasa, marga dan agama. Sejak dulu hingga sekarang bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa yang ramah, & santun, walaupun terkadang “ciri khas” keramahan dan kesantunannya tercoreng oleh segelintir oknum dan terkoyak oleh sedikit konflik.

Terkait kebudayaan, jika kita melihat luas geografis negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke, melihat panjangnya sejarah dari monarci kerajaan sampai zaman negara kesatuan, kita tidak ragu bahwa Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya. Demikian juga dengan sistem pendidikan, salah satunya adalah sistem pendidikan pondok pesantren yang sudah mengakar dan berkembang pesat. Di sisi lain, setiap negara memiliki kebudayaan dan sistem pendidikan, masing-masing saling berusaha melestarikan dan mengembangkan, bahkan saling ekspansi satu titik ke titik lainnya. Apalagi di era global saat ini, pertukaran kebudayaan dan sistem pendidikan antar negara bahkan antar benua sudah menjadi hal yang lumrah.

Baca Juga

Cara Menggali Jiwa Leadership Menurut Dr. KH. Arwani Syaerozie, Lc. MA

Bagi kita orang pesantren, tantangannya adalah bagaimana bisa melestarikan serta mengembangkan kebudayaan & sistem pendidikan pondok pesantren yang merupakan otentik Indonesia. Sikap apa saja yang harus dikedepankan dalam melihat fenomena derasnya arus kebudayaan asing yang datang ke negara kita, berikut ini adalah di antara sikap yang harus diperhatikan oleh kita sebagai kalangan pesantren :

Pertama, kebudayaan asing yang datang dari manapun ke negara kita harus ditimbang manfaat dan mudharatnya. Kalangan pesantren tidak boleh latah mengikuti kebudayaan-kebudayaan dari luar tanpa menimbang terlebih dahulu aspek manfaat dan mudharatnya. Kalau bermanfaat, maka boleh bagi kaum sarungan (para santri) untuk menirunya, tapi kalau mudharat maka kita kalangan pesantren jangan menoleransi apalagi mengikuti. Dalam hal ini, aspek manfaat dan madharat dimensi duniawi ukhrowi menjadi barometernya.

Kedua, kita sebagai orang pesantren harus percaya diri dengan kebudayaan dan adat istiadat yang selama ini melekat pada diri kita. Semua potensi baik yang dimiliki oleh kalangan pesantren jangan disia-siakan, harus dilestarikan dan dikembangkan untuk generasi sekarang dan sampai kapanpun. Hal ini sebagai bukti bahwa para santri memiliki komitmen kuat terhadap
kelestarian kebudayaan dan adat istiadat sendiri.

Baca Juga

Kultur Aswaja Pilar Kehidupan Santri

Ketiga, mengaplikasikan budaya dan tradisi kepesantrenan untuk diri kita maupun generasi berikutnya. Dengan cara ini akan tercipta generasi muda yang sibuk mengembangkan potensi dirinya daripada mengurusi potensi pihak lain yang belum tentu cocok dengan norma pesantren.
Intisari dari uraian di atas adalah bahwa kita sebagai orang pesantren, harus bisa melestarikan dan mengembangkan budaya adat istiadat sendiri, jangan hanya sibuk mengurus kebudayaan pihak lain. Menimbang aspek maslahat & mudharat duniawi ukhrowi setiap budaya asing yang datang juga sebuah kewajiban yang tidak bisa dielakkan oleh kalangan pesantren

 

 

 

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *