Implementasi Nilai Al-Qur’an Dalam Kehidupan

Oleh : KH. Azka Hammam Syaerozie, Lc

Ada satu orang sufi yang ketika sedang memasak, sedang menggoreng dengan minyak langsung jatuh pingsan, secara tiba-tiba. Seorang sufi tersebut teringat akan neraka, beliau membayangkan ketika sedang di neraka, dibakar namun tidak mati-mati, (abadan-abada). Inilah nilai-nilai yang ada di al-Quran dalam segi nafsiyah, (kejiwaan). ‘Wa la tansa nasibaka minad-dunya’. “Jangan lupa bagianmu dari urusan dunia” (Q.S. Al-Qashash: 77) Bahwa kamu tidak hidup menggantung di awang-awang, tapi menginjak bumi, syariat dipegang, jangan lepas dari syariat. Ini juga nilai untuk menyetop kemungkinan-kemungkinan adanya radikalisasi, adanya gejolak yang melebihi batasnya.

Sampai kita sudah maklum ada orang yang berani melakukan bom bunuh diri hanya untuk mengejar kenikmatan akhirat, demi mendapatkan imbalan berupa bidadari. Semuanya ada dalam al-Quran. Orang alim yang sudah mahir ilmu alatnya, sudah tidak perlu muthola’ah yang lain-lain, cukup muthola’ah qur‟an dengan bitadabbur wa ta’amuk . Lautan yang ditulis oleh para ulama, wacana keagamaan dalam berbagai bidang, itu sudah bisa menguasai tanpa harus membuka referensireferensi yang tertulis, tanpa harus mendengarkan wacana-wacana yang disenandungkan oleh ulama,
cukup tadabbur wa ta’amuk dari qur’an.

Jika kita ingat dulu pada zaman orde baru, zaman partai, ada sebagian ulama yang condong ada di manamana tapi tidak kemana-mana, ini politiknya orang
santri, orang NU, harus netral. Hal itu diambil dari ayat ayat qur’an ‘La tadkhulu min babi wahidin, wadkhulu min abwabin mutafarriqah’ (Q.S. Yusuf: 67) janganlah kamu masuk dari satu pintu, masuklah kamu dari banyak pintu, kata nabi Ayub kepada putraputranya. Para ulama diilhami dari ayat tersebut, yang akhirnya menciptakan sebuah sikap netral dalam berpolitik. Maka dari itu, yang terbaik adalah kita ada di mana-mana, namun tidak ke mana-mana, itulah nilai, falsafah dalam qur’an. ‘Kullu hizbin bima ladaihim farihun’. “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” (Q.S. Ar-Rum: 32) Banyak ayat yang oleh orang-orang tertentu dijadikan sebagai sumber pemompa, sehingga mereka mendapat ilham di berbagai bidang kehidupan, baik itu bidang politik, kemasyarakatan, kejiwaan, ekonomi.
Orang tersebut mendasarkan dirinya kepada Al-Quran. Maka dari itu Al-Quran dengan tegas menyatakan ‘Wala rathbin wa la yabisin illa fi kitabin mubin’. “Dan
tidak ada sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis di kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (Q.S.
al-An‟am: 59).

*Pengasuh Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *