Oleh : Nabila Nurwafa*
Seorang anak yang takut pada realita tapi hatinya damai, hanya saat dia menulis. Apa yang aku tulis adalah pikiran-pikiranku yang tak terhitung banyaknya, kehawatiranku aku berpura pura tahu tentang dunia tapi belum mampu memahaminya. Mimpiku menggeliat, aku merasa bahagia, aku bahagia karena moment ini terasa berlangsung untuk selamanya. Tapi orang-orang di sekitarku, mereka bilang aku harus sadar dan ketika aku sadar akan itu, aku hanya seorang idiot yang ketakutan, aku terus ketakutan pada realita yang menjulang di hadapanku.
Aku berteriak keras pada dunia bahwa semuanya akan baik- baik saja, tapi dunia memberiku rasa takut. Aku pun berhenti, pikiran memenuhi kepalaku, aku membuang masa depanku karena standar sukses orang lain, kekhawatiranku menyebar lagi. Bernaafas ataupun bermimpi, aku akan terus mendayung seiring dengan detak jantungku. Dan akupun mulai menyadari, jika aku mulai terjebak dalam standar orang lain, maka matahari dalam hidupku akan terbenam.
Apa yang ku lakukan dalam hidupku, moment itu tidak akan datang lagi. Dan kini setelah aku mengerti, semua kutanya pada diriku sendiri sekli lagi. Apa sekarang aku bahagia?, dan jawabannnya sudah ada “I‟ am happy”. And now I‟am not afrai again!”, aku akan bernafas dengan hal kecil yang ku miliki. Dimana lukaku berada aku akan tetap bernafas disana karna luka itu segalanya bagiku. Karna luka kulah yang membuatku menjadi diriku yang sekarang. Bahkan jika aku jatuh aku akan bangkit lagi, bahkan lututku menyentuh tanah itu.
Sudah menjadi hal biasa selama diri ini belum terkubur di tanah, jatuh pun tak masalah. Apapun yang terjadi aku yakin aku akan menang terserah yang orang lain katakana aku tak peduli. Yang ku tau aku hanya akan terus melangkah maju, karna kalian harus tau. Tak ada yang abadi “you only life’s one” so, jalani hidupmu sendiri, ambil kesempatan yang ada dan jangan pernah menyesal jangan pernah berkata terlambat untuk melakukan apa yang ingin kau lakukan. Karna suatu hari nanti semua yang telah kau lakukuan akan menjadi seperti capa dirimu kelak, benarkah?, ayah berkata padaku untuk menikmati hidup, aku pun ingin bertanya padanya apaitu menikmati hidupnya? karana kenapa hal yang seharusnya wajar menjadi tak wajar, dan juga se-
baliknya.? Ini adalah kenyataan bukan pertaruhan ataupun permainan hanya suatu kehidupan, kau itu hidup untuk siapa?, yang pastinya bukan hidup untuk orang.
Penulis Adalah Alumni Assalafiat Babakan Ciwaringin Cirebon