Move On Sebagai Filsafah Hidup Santri

Oleh: KH. Azka Hammam Syaerozie, Lc.*

Move on adalah falsafah hidup seorang santri. Istilah move on menurut para kiai zaman dahulu (kiai salaf) disebut dengan “al-harokah barokah”. Yang berarti bergeraklah, maka barokah.  Santri iku kudu oyeg, ambir barokah, maksudnya santri itu harus bergerak, agar hidupnya barokah.

Gerak tersebut bisa tertuju kepada bergerak ke arah yang lebih baik. Move on juga bisa diartikan selaras dengan Al Alam Mutaghayyir (alam itu selalu berubah). Move on dalam hal ini sebagai respon dari perubahan.  Salah satunya perubahan cara berpikir yang dapat merubah keadaan lahir. Seperti disebutkan dalam ayat al Qur’an :

 إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d:11).

Bahwa keadaan lahir yang dicapai manusia, tidak bisa terjadi jika tidak dibarengi dengan mindset (cara berpikir) yang lebih baik. Salah satu contoh sebuah istilah yang sudah tidak asing bagi kalangan santri, yakni, “santri kalau belum terkena gatelan, maka belum jadi santri”. Ini merupakan sebuah pemikiran yang negatif, bahwa gatelan tersebut adalah penyakit bawaan santri. Jika masih beranggapan seperti itu, maka tidak termasuk “La yughayyiru maa bi qaumin.

Maka mindsetnya harus dirubah, bahwa penyakit itu disebabkan karena bakteri, atau karena tempat yang kotor,  pola hidup yang tidak sehat dan sebagainya. Dengan ini, para santri dianjurkan untuk memperhatikan kebersihan lingkungan mereka, sehingga tidak lagi ada istilah seperti tersebut di atas.

Santri Tidak Anti Pada Perubahan

Santri tidak anti pada perubahan, karena perubahan itu merupakan sunnatullah. kalau santri anti pada perubahan, maka ia menentang sunnatullah. Sebaliknya, santri dituntut untuk membawa atau mengawal perubahan. metode mengawalnya adalah dengan cara realistis.

Contohnya pada perkembangan fashion yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, terutama pada baju. Tujuan utama adanya pakaian tersebut adalah untuk menutup aurat, maka kita harus meperhatikan hal inti tersebut agar tidak berubah dari tujuan utamanya, yaitu menutup aurat. Mirisnya saat ini banyak jenis pakaian memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya ditutupi. Maka dari itu kita harus mengawal perubahan model fashion ini agar tetap mengacu pada tujuan utama yaitu menutup aurat.

Perbedaan Move On Dengan Hijrah

Move on merupakan pandangan hidup untuk selalu berubah. Yang harus diperhatikan oleh para santri secara khusus dan generasi muda secara umum. Sebagai implementasi dari Al harokah barokah. Maka santri harus siap berubah ke arah lebih baik, harus menjadikan move on sebagai budaya dan tradisi. Istilah Al Maghfurlah Mama KH. Syaerozie Abdurrohim ; “urip kudu oyeg”, artinya ada ikhtiar secara lahir dan batin untuk ke arah yag lebih baik. Adapun istilah hijrah adalah solusi ketika menghadapi suatu situasi dan kondisi yang tidak nyaman, berpindah ke tempat atau kondisi lain,  sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw hijrah dari kota Makah Al Mukarromah ke kota Madinah Al Munawaroh itu. Hal ini merupakan solusi melihat pada situasi dan kondisi tertentu.

Move On Dan Pendidikan Santri

Ini menyangkut pada pendidikan formal dan non formal. Salah satu orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan tampilan. Sehingga dibutuhkan berbagai disiplin ilmu yang bersifat akal, keterampilan, latihan untuk tampilan. Berbeda dengan santri zaman dulu, yang cenderung mengabaikan tampilan. Santri sekarang harus berubah,

melakukan dan mengawal pergerakan, sehingga tidak lagi apatis terhadap perubahan dan perkembangan zaman, terutama dalam konteks pendidikan.

Kriteria Move On Sesuai Dengan Kaidah Al Harokah Barokah

Kita ambil contoh beberapa santri yang sudah pulang, boyong. Ketika sudah berada di rumah, sekiranya mereka bisa langsung terjun ke masyarakat, dalam beberapa kegiatan yang bermanfaat. Seperti ikut bercocok tanam di sawah, mencari ikan di laut, atau mengikuti kegiatan sosial lainnya yang sekiranya barokah juga bisa menghasilkan uang yang halal.

Seperti kata Sayidina Ali Bin Abi Tholib : “Mengajarlah walaupun alif ba ta”. Dalam bahasa Jawa ”nyektine wong siji dadi bener, luwih teksenengi ketimbang unta sing lagi meteng”. Seorang yang benar, lebih disukai dari rumah gedong.

Pesan Untuk Para Santri.

Santri harus memegang prinsip dalam mengikuti perkembangan zaman. Diantaranya berpikir realistis, artinya menerima kenyataan. Contohnya seperti bentuk negara berupa kesatuan atau lebih dikenl dengan NKRI, maka harus menerimanya jangan diubah menjadi bentuk khilafah.

Para santri juga harus mulai berpikir berdasarkan teori-teori ilmu yang benar, yang berasal dari penelitian. Para santri juga harus berpikir secara Islami, selalu berhubungan dengan nilai-nilai ke-Islam-an.

*Pengasuh Pondok Pesantren Putra Putri Assalafie, Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *