Dr. KH. Arwani Syaerozi, Lc. MA (Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon) meraih penghargaan internasional dalam acara seminar internasional tentang Islam di Asia Tenggara yang dilaksanakan pada Selasa, 30 Juli 2024 bertempat di Prince of Songkla University Kerajaan Thailand. Abah Wawan sapaan akrab beliau, menyabet gelar presentasi makalah terbaik dengan tema makalah “The Objectives of Sharia Through Fatwas Indonesian Ulema Council (Konsep Maqosid Syari’ah Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia)”.
Dalam makalahnya, abah Wawan membahas tentang tiga fatwa MUI yakni pertama tentang Fatwa tentang Zakat Profesi, Hal ini terkait Hifdz Al Mal (menjaga kepemilikan harta), ketika penghasilan seseorang dizakati maka akan kontribusi terhadap solidaritas sesama manusia, kewajiban zakat profesi juga terkait Hifdz Nafs (Menjaga Jiwa), dimana orang yang berzakat akan dibersihkan jiwa dan hartanya secara maknawi yang berimplikasi pada keberkahan.
Fatwa selanjutnya yang dipaparkan abah Wawan fatwa diperbolehkan rekayasa genetika dan cloning pada tumbuhan dan hewan, hal ini terkait dengan Maqsod Imarotul Ard (tujuan memakmurkan alam semesta). Adapun fatwa haram rekayasa genetika & cloning pada manusia, hal ini didasarkan pada Maqsod Az Zuwaj (tujuan pernikahan) dan Hifd An Nasl (Menjaga Keturunan), karena garis nasab -dalam pandangan Agama- sangatlah penting, terkait hak warisan, perwalian nikah, dll.
Fatwa terakhir yang dibahas adalah tentang fatwa seputar Alkohol, Anggota Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini menjelaskan secara gamblang bahwa alkohol dibagi menjadi dua. Satu, alkohol hasil samping industri khamr, hukumnya najis dan haram dikonsumsi. Dua, alkohol bukan hasil samping industri khamr hukumnya suci dan batasan konsumsi pada makanan 0.5 % pada minuman kurang dari 0.5 %.
Dalam fatwa ini ditegaskan bahwa alkohol tidak mesti katagori khamr, karena ada alkohol untuk kebutuhan medis, industri dll, tapi setiap khamr pasti mengandung alkohol.
Penetapan fatwa haram konsumsi khamr (sesuatu yang memabukkan) baik benda cair maupun benda padat sesuai dengan Hifdz Al Aql (menjaga fungsi akal), di mana akal adalah titik keistimewaan bagi manusia jika dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya. Maka menjaga fungsi akal untuk berinovasi mengeksiskan dan mengembangkan kehidupan lebih baik adalah sebuah kewajiban, di samping akal juga sebagai manath at taklif (korelasi hukum) ibadah antara manusia dengan Allah SWT.
Dimensi Maqosid Syari’ah (tujuan hukum Agama, penciptaan Manusia & Alam Semesta) pada keputusan-keputusan fatwa MUI di atas sangat kental, walaupun secara eksplisit tidak ditegaskan bahwa proses pengambilan keputusan fatwa menggunakan pendekatan Maqosid Syari’ah. Tutupnya.