Meamahami BagaimanaMenyikapi Kepercayaan Rebo Wekasan

Istilah Rebo Wekasan merupakan sebutan bagi hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Dulu, masyarakat jahiliyah kuno mempercayai jika hari tersebut termasuk hari nahas atau keburukan. Dengan tegas, Rasulullah SAW memberikan sikap atas kepercayaan yang beredar tersebut dengan salah satu hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ
“Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari, VII/126)

Menurut Syekh Sulaiman al-Bujairami, hadis tersebut ditujukan untuk menolak anggapan orang-orang yang mempercayai bahwa sesuatu dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya, baik kebaikan atau keburukan. (Lihat: Hasyiyah al-Bujairami’ala al-Khatib, III/431)

Adapun kepercayaan masyarakat kuno terhadap adanya hari nahas atau sial yang jatuh pada Rabu terakhir bulan Shafar tidak dapat dibenarkan apabila mengarah pada Tathayur (merasa sial) karena hal tersebut termasuk berprasangka buruk terhadap Allah SWT. Sebagaimana disampaikan Syekh Abdurrauf al-Munawi dalam karyanya yang berjudul Faidh al-Qadir Syarh al-Jami’ash-Shaghir:

وَالْحَاصِلُ أَنَّ تَوَقِّيَ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ عَلَى جِهَةِ الطِّيَرَةِ وَظَنِّ اعْتِقَادِ الْمُنَجِّمِيْنَ حَرَامٌ شَدِيْدَ التَّحْرِيْمِ إِذِ الْأَيَّامُ كُلُّهَا للهِ تَعَالَى لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ بِذَاتِهَا وَبِدُوْنِ ذَلِكَ لَا ضَيْرَ وَلَا مَحْذُوْرَ

“Kesimpulannya. Sesungguhnya menghindari hari Rabu dengan cara merasa sial dan meyakini prediksi para peramal adalah haram, sangat terlarang. Sebab semua hari milik Allah. Tidak ada hari yang bisa mendatangkan marabahaya atau manfaat karena faktor harinya. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-apa dan tidak dilarang.” (Lihat: Faidl al-Qadir, I/45)

Tafaul Ajaran Nabi
Tidak heran, Rasulullah SAW justru mengajarkan pada umatnya untuk berprasangka baik dan tafa’ul (mengharapkan kebaikan). Dalam salah satu hadis ditulis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لاَ طِيَرَةَ ، وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ » . قَالُوْا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ »
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: Tidak ada kesialan. Sebaik-baik merasa sial adalah tafa’ul” Sahabat bertanya: “Apa Tafaul?” Nabi menjawab: “Yaitu kalimat yang baik yang didengar oleh kalian. (HR al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari, VII/135) []WaAllahu a’lam

Rebo Wekasan, juga dikenal sebagai Rabu Pungkasan atau Rabu terakhir di bulan Safar, merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di berbagai daerah, terutama di Jawa. Tradisi ini dipercaya sebagai upaya untuk menolak bala atau musibah yang diyakini turun pada hari tersebut. Salah satu praktik yang sering dilakukan pada Rebo Wekasan adalah melaksanakan solat sunnah khusus yang dikenal sebagai solat Rebo Wekasan.

Latar Belakang dan Kepercayaan

Secara historis, tradisi Rebo Wekasan memiliki akar budaya dan keyakinan masyarakat Jawa yang meyakini bahwa pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, Allah SWT menurunkan berbagai jenis musibah dan bencana ke dunia. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang melakukan berbagai amalan untuk menghindari atau menolak bala tersebut. Salah satu amalan yang paling terkenal adalah solat Rebo Wekasan.

Tata Cara Solat Rebo Wekasan

Solat Rebo Wekasan biasanya dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Berikut adalah tata cara umum yang dilakukan oleh sebagian masyarakat:

  1. Niat Solat: Solat Rebo Wekasan dilakukan dengan niat untuk mendapatkan perlindungan dari bala atau musibah yang mungkin terjadi.
  2. Rakaat: Solat ini terdiri dari empat rakaat, dengan dua kali salam, mirip dengan solat sunnah lainnya.
  3. Bacaan:
    • Setelah Al-Fatihah, dianjurkan membaca Surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali pada rakaat pertama.
    • Pada rakaat kedua setelah Al-Fatihah, membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali.
    • Pada rakaat ketiga setelah Al-Fatihah, membaca Surat Al-Falaq sebanyak 5 kali.
    • Pada rakaat keempat setelah Al-Fatihah, membaca Surat An-Nas sebanyak 5 kali.
  4. Doa Khusus: Setelah selesai solat, dianjurkan membaca doa khusus untuk meminta perlindungan dari segala macam bencana dan musibah.

Pandangan Ulama

Perlu diketahui bahwa tidak semua ulama sepakat dengan praktik solat Rebo Wekasan. Beberapa ulama berpendapat bahwa amalan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an maupun Hadis, sehingga dianggap sebagai bid’ah (inovasi dalam agama) yang tidak dianjurkan. Namun, bagi masyarakat yang menjalankannya, solat ini dianggap sebagai salah satu bentuk ikhtiar spiritual dalam menghadapi kemungkinan musibah.

Kesimpulan

Solat Rebo Wekasan adalah salah satu tradisi yang mengakar dalam budaya sebagian umat Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai kesahihannya, praktik ini tetap dijalankan oleh banyak orang sebagai upaya untuk mencari perlindungan dari bala pada hari yang diyakini rawan musibah tersebut. Seperti halnya dengan amalan-amalan lainnya, yang terpenting adalah niat dan keyakinan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *