Kilas Literasi Bagi Santri

Oleh : KH. Yasyif Maemun Syaerozie

Kalau seandainya budaya tulis menulis yang sifatnya mendirikan atau tarbiyah ilmu maka baik untuk dilakukan, karena diantara dakwah Islam juga dalam bidang tulis menulis seperti membuat buku catatan disamping dengan khitobah atau ucapan, seperti Qauliyah atau Hauliyah maka perlu juga dengan bentuk kitabah. Oleh karena itu, budaya literasi harus diniatkan dengan “Dakwah Bil Kitabah”. Kalau budaya menulis hanya sekedar popularitas atau untuk sekedar mencari sesuap nasi dalam artian mengkomersialkan berarti itu kurang tepat. Tapi jika tulis menulis termasuk budaya santri maka niatnya pun untuk melanggengkan dakwah dengan melalui tulisan. Sehingga budaya literasi dengan pesantren memiliki keterkaitan hubungan yang sangat erat, karena keseharian seorang santri di pesantren juga tidak pernah lepas dari tulis menulis.

Budaya literasi juga sudah dijelaskan dalam Al-Qur`an Surat Al- ‘Alaq :

اِقْرَأْ بِسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ, خَلَقَ الْأِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ, اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ, الَّذِيْ عَلَمَ بِالْقَلَمِ, عَلَّمَ الْأِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ

Baca Juga

Inspirasi Premium, Pertalite, dan Pertamax

HIjrah Menjadi Pribadi Yag Lebih Baik

Ayat tersebut mengajarkan betapa pentingnya orang yang membaca dan orang yang menulis. Makanya hanya orang-orang yang memiliki ilmu yang bisa membaca dan menulis dan ilmu itu sumbernya hanya dari Allah, karena semuanya itu hanya washilah (perantara), sehingga tidak ada orang yang mengklaim dirinya sebagai penemu keilmuan. Jika memang ada orang yang mengaku menciptakan keilmuan berarti dia ‘ujub (takabur).

Adapun orang-orang yang berperan penting dalam budaya literasi ini adalah orang-orang yang punya keilmuan yang benar atau bersanad, sebab ketika budaya literasi ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak punya keilmuan yang valid maka akan merusak kehidupan. Sebab  mereka akan menulis dengan semaunya menurut hawa nafsunya, Apa yang mereka mau akan mereka tulis dan disebarkan sehingga menyebabkan kerusakan alam. Makanya ilmu-ilmu orang yang bersanad sebagaimana ilmu orang pesantren harus dipertahankan dengan berbagai cara, termasuk dengan cara tulis menulis. Bahkan dengan yang saat ini trend seperti medsos, bagaimanapun juga harus kita isi dengan tulisan-tulisan yang baik. Karena ketika kita tahu bahwa media sosial tersebut ramai atau viral maka tidak ada yang diuntungkan kecuali orang-orang Nasrani atau orang-orang Yahudi, karena pemilik media-media sosial terbesar mayoritas adalah negara-negara non muslim. Untuk itu, biarkan mereka puas menikmati kenikmatannya dan kita hanya mengambil kemanfaatannya. Kita tidak boleh licik dalam kehidupan dunia, karena dunia bagi kita bukan sesuatu yang final. Tapi hanya sebagai lahan yang nanti hasilnya akan kita gunakan di akhirat.

Baca Juga

Mengantisipasi Virus Kehidupan

Era 4.0

Kita sebagai para santri harus menyikapinya dengan cara belajar yang rajin, tidak boleh ada malas-malasan dan harus bergerak di bidangnya masing-masing. Kita juga harus bersatu untuk menyikapinya sehingga menuju kehidupan yang lebih baik dan bisa selamat dunia dan akhirat. Semuanya hanya berawal dari seorang santri.

Untuk membudidayakan budaya literasi ini, kita harus sering-sering bersosialisasi mengingat betapa pentingnya dakwah dengan tulis menulis. Untuk itu, dalam menghadapi dunia yang serba moderen, dimana kejelekan dan kebaikan semuanya ada di udara, mari kita manfaatkan dengan baik jangan ambil yang negatifnya tapi ambil yang positifnya. Jika kita mengambil sesuatu yang negatifnya, maka akan terjadi sebuah kerusakan.

*Pengasuh Pon Pes Assalafie Babakan Ciwaringin

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *